Serdang Bedagai|bidikinfonews.xyz/ – 23 Oktober 2025, Sebuah surat resmi tiba di meja redaksi Bidik Info News. Kopnya jelas : Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, Dinas Pendidikan.
Surat bernomor 18.11/040/2785/2025, bertanggal 22 Oktober 2025, berisi klarifikasi atas laporan kami sebelumnya — tentang pelaksanaan Asesmen Minat dan Bakat Siswa Sekolah Dasar Tahun 2024.
Dalam bahasa Birokrasi yang rapi, Kepala Dinas Pendidikan, Raden Cici Sistiansyah, S.Sos, menjelaskan bahwa kegiatan asesmen tersebut diikuti oleh 3.000 siswa, dilaksanakan di 21 lokasi yang di mulai dari tanggal 1 hingga 16 November 2024, dan digarap oleh Lembaga Permata Physco Consultant melalui sistem E-Purchasing dengan surat pesanan bernomor 18.11/JDA-P2410-10842366/SP/2024.
Pembayaran, sebagaimana disebut, dilakukan setelah kegiatan selesai, Dinas Pendidikan turut melakukan monitoring untuk memastikan kegiatan berjalan sesuai tujuan.
Sebuah klarifikasi yang, sekilas, menenangkan. Namun bagi publik — terutama mereka yang peduli pada transparansi dan arah pendidikan di daerah — surat semacam ini bukan sekadar jawaban administratif. Ia adalah cermin kecil tentang bagaimana negara bekerja dalam mengurus masa depan anak-anaknya.
Bahasa Resmi dan Rasa Publik
Bahasa surat dinas memang harus formal. Ia menjaga jarak, menimbang kata, dan menghindari tafsir liar. Namun di balik kalimat-kalimat resmi itu, publik masih menunggu sesuatu yang lebih dari sekadar data : penjelasan yang hidup, bukan sekadar lembaran jawaban.
Apakah asesmen minat dan bakat yang telah dilakukan benar-benar memberikan manfaat konkret bagi peserta didik?
Apakah proses E-Purchasing berjalan sesuai prinsip efisiensi dan transparansi yang diamanatkan publik?
Dan apakah monitoring yang disebutkan dalam surat itu telah mencakup evaluasi menyeluruh — bukan hanya teknis pelaksanaan, tetapi juga makna pendidikan yang sesungguhnya?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini adalah ruang refleksi yang seharusnya tidak dihindari. Karena dalam demokrasi, klarifikasi bukan sekadar “jawaban”, melainkan pintu untuk berdialog dengan publik.
Pendidikan dan Akuntabilitas Sosial
Pendidikan adalah urusan batin bangsa. Ia bukan proyek, melainkan perjalanan panjang membentuk kesadaran. Karena itu, setiap program — sekecil apa pun — harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan sosial.
Kegiatan asesmen minat dan bakat, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, sesungguhnya adalah ikhtiar mulia. Ia hendak mengenali potensi anak sejak dini, menuntun mereka bukan sekadar untuk cerdas secara akademik, tetapi juga tahu siapa dirinya.
Namun bila pelaksanaan hanya menjadi formalitas administratif, maka nilai luhur pendidikan itu akan tenggelam di antara tanda tangan dan lembar laporan.
Di titik ini, tanggung jawab publik Dinas Pendidikan diuji — bukan hanya pada tuntasnya pelaksanaan, melainkan pada keterbukaan dan kesediaan untuk menjelaskan : apa dampaknya bagi anak-anak? dan apa pelajaran yang bisa diambil untuk masa depan program serupa?
Jurnalisme sebagai Cermin Publik
Klarifikasi Dinas Pendidikan Serdang Bedagai patut diapresiasi. Ia adalah bentuk penghargaan terhadap fungsi pers — bahwa media memiliki hak untuk bertanya dan publik berhak untuk tahu.
Namun di sisi lain, ini juga menjadi pengingat bahwa hubungan antara jurnalisme dan birokrasi tidak berhenti pada surat menyurat. Ia terus hidup dalam ruang dialog, evaluasi, dan pembelajaran bersama.
Pers bukan musuh, melainkan cermin. Dan dalam cermin itu, kita semua — pejabat, wartawan, guru, bahkan masyarakat — dapat bercermin tentang sejauh mana tanggung jawab kita terhadap anak-anak bangsa yang kini duduk di bangku sekolah dasar, menunggu arah yang lebih terang dari sistem yang mengurus mereka.
Catatan Penutup
Klarifikasi dari Dinas Pendidikan mungkin telah menutup satu bab pertanyaan administratif.
Namun bagi kami di Bidik Info News, perjalanan jurnalisme pendidikan tidak berhenti di situ. Kami akan terus menelusuri jejak kebijakan, mendengar suara para guru, dan mencatat kesan para orang tua — agar pendidikan tidak kehilangan jiwanya: mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sekadar menjalankan program.
Dan bila kelak surat-surat klarifikasi itu menumpuk di meja redaksi, biarlah itu menjadi tanda bahwa dialog antara media dan pemerintah masih hidup. Sebab di antara kertas dan tinta itulah, demokrasi belajar untuk jujur pada dirinya sendiri.
( Tim/ Bidik Info News )
Share Social Media
