
👆👆▶️ Klik Audio
Tebing Tinggi | bidikinfonews.xyz — Senin pagi, 1 September 2025, suasana belajar di Sekolah Rakyat (SR) Kota Tebing Tinggi berubah panik. Belasan siswa tiba-tiba mengalami gejala mual, pusing, bahkan ada yang muntah usai sarapan pagi sebelum memasuki ruang kelas. Pihak sekolah pun bergerak cepat: sebagian siswa dirujuk ke RS Natama, sebagian lainnya ke Puskesmas Tanjung Marulak, sementara sisanya ditangani di ruang UKS.
Direktur Rumah Sakit Natama, dokter Edi Sembiring, membenarkan ada 18 siswa yang masuk dengan gejala serupa.
“Anak-anak mengalami mual, pusing, beberapa orang lemas. Namun setelah perawatan, kondisi mereka mulai membaik,” katanya kepada wartawan.
Dari total 97 siswa SR, 18 orang terdampak: 1 laki-laki dan 17 perempuan. Rinciannya, 12 siswa dibawa ke RS Natama, 4 ke Puskesmas Tanjung Marulak, dan 2 lainnya cukup ditangani di sekolah.
Kasus Bukan Pertama Kali
Yang mengejutkan, peristiwa ini bukanlah yang pertama. Hanya sepekan sebelumnya, tepatnya pada Senin, 25 Agustus 2025, 17 siswa SR juga mengalami gejala serupa usai sarapan pagi. Mereka harus mendapat perawatan di RS Natama dan Puskesmas Teluk Karang.
Artinya, dalam kurun waktu sepekan, sudah ada dua kali kejadian dugaan keracunan massal dengan pola yang hampir sama, melibatkan puluhan siswa SR Tebing Tinggi.
Pertanyaan pun mencuat: apakah ini hanya kebetulan, atau ada masalah serius pada mekanisme penyediaan makanan di sekolah tersebut?
Pihak Sekolah Angkat Bicara
Kepala Sekolah Rakyat, Khairul Anwar Lubis, berusaha menenangkan kekhawatiran orang tua. Menurutnya, belum bisa dipastikan bahwa kasus ini sepenuhnya akibat keracunan makanan.
“Anak-anak yang dibawa ke RS Natama tidak semuanya karena sarapan pagi. Ada yang memang punya riwayat penyakit bawaan,” ujarnya.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan mayoritas siswa yang terdampak mengalami gejala setelah waktu sarapan. Pola ini membuat dugaan keracunan makanan semakin menguat.
Kontrak Vendor Katering Berakhir
Di tengah kisruh tersebut, muncul nama vendor katering yang sebelumnya memasok makanan bagi siswa SR. Idramsyah, pemilik usaha katering, menegaskan bahwa kontraknya dengan sekolah berakhir pada 31 Agustus 2025—sehari sebelum kasus terbaru terjadi.
“Kontrak kerja saya sudah selesai. Untuk lebih jelasnya, silakan tanyakan ke pihak sekolah atau Kemensos,” kata Idramsyah.
Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya baru: jika kontrak berakhir, siapa yang bertanggung jawab atas makanan siswa pada 1 September? Apakah ada transisi vendor yang mendadak tanpa koordinasi jelas?
Sekolah Tak Punya Kewenangan.
Lebih jauh, Kepala SR menegaskan bahwa pihak sekolah tidak punya kewenangan langsung dalam pengadaan makanan.
“Itu urusan Kemensos. Sekolah hanya menerima. Kami tidak tahu detail siapa vendor kateringnya,” tegas Khairul.
Pernyataan ini mengarah pada satu simpulan awal: ada celah dalam mekanisme pengawasan dan penunjukan vendor katering yang langsung ditangani pusat, tanpa kontrol penuh di tingkat sekolah.
Awal dari Pertanyaan Lebih Besar
Kasus ini menyisakan banyak pertanyaan. Mengapa insiden serupa bisa berulang hanya dalam selang waktu sepekan? Siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kualitas makanan siswa? Bagaimana mekanisme pengawasan Kemensos dalam menunjuk vendor katering di daerah?
Para orang tua kini menuntut jawaban tegas. Mereka khawatir kejadian ini bisa kembali terulang dan mengancam keselamatan anak-anak mereka.
Liputan Bidik Info News akan menelusuri lebih jauh, dari proses kontrak katering, mekanisme pengawasan Kemensos, hingga suara para orang tua siswa yang kini resah,,
Share Social Media