
Jakarta | bidikinfonews.xyz / – Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86), Cak Ta’in Komari, bertekad untuk menggugat judicial review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2025 ke Mahkamah Agung (MA). PP tersebut merupakan perubahan ketiga dari PP 46/2007 tentang Penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Fokus utama gugatan adalah Pasal 2A, yang menetapkan jabatan Kepala dan Wakil Kepala BP Batam secara ex-officio dipegang oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam.
“Kami sedang mempertimbangkan apakah akan mengajukan uji materiil terhadap Pasal 2A atau melakukan uji formil untuk meminta pembatalan PP tersebut, bahkan jika perlu mencabut hingga ke akarnya, yaitu PP 46/2007,” ujar Cak Ta’in kepada Media di Jakarta, Selasa (18/2).
Rangkap Jabatan Melanggar Undang-Undang
Menurut Cak Ta’in, penerapan ex-officio berpotensi melanggar undang-undang pemerintahan daerah karena menyebabkan rangkap jabatan bagi kepala daerah. “Kami berharap pemerintah konsisten dalam menegakkan aturan hukum, bukan justru membuat kebijakan yang bertentangan dengan prinsip hukum itu sendiri,” tegasnya.
Mantan dosen Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam itu menilai bahwa kebijakan ex-officio sejak awal sudah bermasalah namun tetap dipaksakan. “Ketika ex-officio menjadi fokus pembahasan dalam disertasi program doktoral Amsakar, hal itu memang patut diuji publik. Namun, karena penetapan ini sudah terjadi, langkah selanjutnya adalah melakukan judicial review,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa putusan MA nantinya tidak hanya berpengaruh pada jabatan Kepala BP Batam, tetapi juga bisa berdampak pada disertasi doktor Amsakar.
Sejarah Kebijakan Ex-Officio di BP Batam
Pemerintah pertama kali menerapkan kebijakan ex-officio pada September 2019 melalui PP 62/2019. Saat itu, kebijakan ini sempat digugat ke MA, tetapi ditolak. Setahun kemudian, pemerintah mengeluarkan PP 41/2021 tentang Batam Bintan Karimun (BBK), yang mengatur bahwa jabatan Kepala BP Batam ditunjuk oleh Ketua Dewan Kawasan BBK. Meskipun PP 41/2021 tidak secara eksplisit membatalkan ex-officio, kedua aturan tersebut tidak sejalan. Sayangnya, PP 41/2021 yang seharusnya menjadi kewenangan Gubernur Kepulauan Riau hingga kini belum memiliki petunjuk pelaksanaan dan teknis (Juklak dan Juknis) dari pemerintah.
“Tiba-tiba Presiden menerbitkan PP No. 4 Tahun 2025 yang justru memperkuat kebijakan ex-officio, bahkan menambah posisi Wakil Kepala BP Batam yang juga dijabat oleh Wakil Wali Kota Batam. Karena PP ini baru, ada peluang untuk menguji kembali ke MA, tetapi harus dipersiapkan dengan lebih matang,” jelasnya.
Persoalan Ganda Gaji dan Fasilitas Negara
Cak Ta’in membandingkan kebijakan ex-officio Kepala BP Batam dengan ex-officio Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dijabat oleh Raja Yogyakarta. Saat itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan atensi agar hanya satu jabatan yang dijalankan, mengingat potensi penerimaan gaji dan fasilitas negara secara ganda. Namun, karena fasilitas bagi Raja Yogyakarta bukan dalam bentuk gaji, melainkan bantuan keuangan dari pusat, maka jabatan ganda tetap diizinkan.
“Persoalan di Batam berbeda. Jabatan Kepala BP Batam dan Wali Kota Batam sama-sama melekat dengan gaji dan fasilitas negara. Bahkan, gaji dan tunjangan Kepala BP Batam setara dengan menteri. Anehnya, KPK tidak memberikan atensi terhadap persoalan ini, dan kami akan segera menyampaikan hal ini,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ex-officio harus diuji secara hukum. “Harus ada yang melakukan uji materiil judicial review terhadap PP ini. Dari awal, kebijakan ini sudah salah. Jika tidak ada pihak lain yang mengajukan, kami sendiri yang akan mengajukan gugatan ke MA. Saat ini kami sedang mempersiapkan materi gugatan secepatnya,”pungkasnya.
( BINews/ D2K )
Share Social Media