
Batam, | bidikinfonews.xyz/ – 21 Maret 2025 – Mantan Wali Kota Batam sekaligus Ex Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi, diduga kuat terlibat dalam skandal korupsi proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Batuampar. Dugaan keterlibatan mantan perwira polisi berpangkat Bintara itu tidak terlepas dari perannya sebagai Pengguna Anggaran (PA), yang bertanggung jawab atas penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA).
Ketua Barisan Rakyat Kawal Demokrasi (Barikade) 98, Rahmad Kurniawan, menyebutkan bahwa Muhammad Rudi memiliki mens rea atau niat dalam pemborosan anggaran proyek tersebut. “Kami telah melaporkan dugaan penyimpangan ini ke sejumlah instansi penegak hukum, termasuk Polda Kepri, Mabes Polri, dan KPK. Sebagai Pengguna Anggaran, Muhammad Rudi bertanggung jawab dalam perencanaan dan alokasi anggaran proyek ini,” ujar Rahmad kepada wartawan di Batam, Jumat (21/3/2025).
Proyek Dijalankan Meski Ada Rekomendasi untuk Tidak Dilanjutkan
Sebelum proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Batuampar dilelang pada 28 Juni 2021, BP Batam telah meminta PT Pelindo II (Indonesia Port Corporation/IPC) untuk melakukan kajian terkait kemungkinan pembangunan dermaga dan terminal peti kemas. Dalam laporan yang disampaikan pada 30 Maret 2021, IPC merekomendasikan agar dermaga utara tidak digunakan untuk peti kemas, kecuali dilakukan pengembangan secara total.
Hasil kajian IPC menyebutkan bahwa pemanfaatan dermaga utara sebagai terminal peti kemas memerlukan reklamasi besar-besaran serta kajian komprehensif dari sisi teknis, operasional, finansial, dan komersial. Selain itu, IPC juga menekankan perlunya menggandeng mitra global dalam pengelolaan pelabuhan untuk menarik pasar dari Singapura.
Namun, meskipun ada rekomendasi untuk tidak melanjutkan proyek tanpa pengembangan total, pada 28 Juni 2021, lelang proyek tetap dibuka. Atas persetujuan Pengguna Anggaran, panitia lelang menetapkan PT Marinda Utama karya Subur dari Samarinda sebagai pemenang dengan nilai kontrak sebesar Rp75,5 miliar untuk pekerjaan pendalaman kolam dermaga. Proyek pun dimulai pada 11 Oktober 2021, sekitar enam bulan setelah rekomendasi IPC yang menyarankan agar proyek tidak dilanjutkan tanpa kajian lebih mendalam.
Proyek Mangkrak, Anggaran Membengkak
Proyek revitalisasi ini seharusnya selesai dalam 390 hari kalender, dengan target penyelesaian pada 6 November 2022. Namun, hingga saat ini proyek tersebut tidak kunjung rampung. Pada 10 Mei 2023, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Aris Muajib, mengeluarkan surat pemutusan kontrak pekerjaan.
Sebelum pemutusan kontrak, proyek ini mengalami tujuh kali addendum, yang menyebabkan pembengkakan anggaran hingga Rp 82 miliar. Namun, pengerukan kolam dermaga yang menjadi tujuan utama proyek ini tidak terealisasi. Bahkan, tanggul penampungan sedimen hasil pengerukan mengalami kerusakan parah, menyebabkan pencemaran dan mengganggu aktivitas di Pelabuhan Batuampar.
“Pada akhirnya, proyek ini hanya menjadi kolam bagi keserakahan pejabat BP Batam, mulai dari tingkat pimpinan hingga pejabat lapangan. Dana dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) menguap, sementara kantong pejabat semakin tebal akibat dugaan praktik korupsi. Ironisnya, kontraktor pun tidak dibayar sesuai perjanjian,” ungkap Rahmad.
Dugaan Rekayasa Data Pengerukan
Laporan investigasi mengungkap adanya indikasi rekayasa dalam hasil survei pengukuran volume pengerukan sebelum pencairan termin 90 persen. Pada 1-3 Februari 2023, internal PT Marinda Utama karya Subur melakukan audit dan menemukan ketidaksesuaian antara laporan progres pengerukan dengan kenyataan di lapangan.
Beberapa temuan utama dalam laporan tersebut antara lain:
1. Volume pengerukan yang sesuai RAB adalah 470.096 m³, namun laporan menunjukkan pengerukan sebesar 390.610 m³. Sisa pengerukan yang belum dilakukan seharusnya 79.485 m³.
2. Saat tim survei batimetri melakukan pengukuran pada sisa area tersebut, hasil yang diperoleh menunjukkan adanya selisih signifikan, yakni sebesar 150.805 m³. Jika dikonversikan dengan tarif pengerukan Rp85.000 per meter kubik, maka potensi kerugian negara akibat rekayasa data ini mencapai Rp6,06 miliar.
3. PPK proyek diduga sengaja memutus kontrak sebelum addendum VII berakhir untuk menghindari audit batimetri ulang oleh kontraktor. Kontraktor sempat mengajukan permohonan pengukuran ulang pada 5 dan 9 Mei 2023, namun permintaan tersebut ditolak oleh PPK.
Hingga kini, PT Marinda Utama karya Subur masih mengupayakan langkah hukum, baik melalui jalur perdata maupun pidana, serta berkonsultasi dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media guna mengusut dugaan korupsi ini.
Kerugian Miliaran Rupiah, Kontraktor Terlilit Hutang
Dampak dari proyek yang terbengkalai ini dirasakan langsung oleh kontraktor yang mengalami kerugian besar. PT Indonesia Timur Raya yang menjadi bagian dari Kerja Sama Operasi (KSO) proyek ini dikabarkan merugi hingga Rp 19 miliar. Sementara itu, PT Duri Rejang Berseri tidak menerima pembayaran dari total tagihan sebesar Rp 40 miliar.
Secara keseluruhan, uang negara yang telah dikeluarkan untuk proyek ini mencapai Rp 82 miliar, tetapi hasil di lapangan nyaris nihil. “Apakah proyek dermaga utara akan bernasib sama seperti proyek *cut and fill* di Tiban? Kita lihat saja perkembangannya,” pungkas Rahmad.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada tanggapan resmi dari Muhammad Rudi, Fesly Abadi Paranaon, maupun Aris Muajib terkait dugaan kasus ini.
( BINews/ D2K/ teamt )
Share Social Media