
Jakarta | bidikinfonews.xyz / – Menghadapi ancaman kebijakan tarif impor yang diumumkan Amerika Serikat (AS)—termasuk potensi bea masuk hingga 32 persen secara umum dan 47 persen khusus untuk produk tekstil—pemerintah Indonesia segera mengambil langkah strategis. Tim lobi tingkat tinggi telah diberangkatkan ke AS untuk melangsungkan negosiasi guna meredam dampak kebijakan tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa Indonesia telah menyiapkan serangkaian strategi balasan. Salah satu langkah utama adalah meningkatkan volume impor dari AS untuk sejumlah komoditas strategis seperti liquefied natural gas (LNG), liquefied petroleum gas (LPG), kapas, dan kedelai. Meski belum merinci target kuantitatif nya, langkah ini diyakini akan menjadi bagian penting dalam diplomasi dagang bilateral.
Selain peningkatan impor, pemerintah juga membuka peluang investasi yang lebih luas di AS, serta merencanakan deregulasi kebijakan non-tarif, terutama melalui relaksasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Tujuannya adalah untuk mempermudah akses produk-produk asal AS ke pasar domestik.
Pemerintah juga tengah mempertimbangkan relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk tertentu dari AS. Saat ini, tarif impor Indonesia terhadap produk-produk dari AS hanya maksimal 5 persen—jauh lebih rendah dibandingkan tarif yang diancamkan AS.
Dampak Terhadap Emiten: Sektor Energi dan TIK Diuntungkan
Langkah pemerintah ini mendapat sorotan dari analis pasar modal. Head of Research Kiw oom Sekuritas, Liza Camelia, menilai bahwa strategi ini berpotensi memberikan dampak positif bagi emiten-emiten terkait, terutama di sektor energi dan teknologi.
Peningkatan impor LNG dan LPG dari AS dipandang sebagai upaya untuk mendiversifikasi pasokan dan mendorong pertumbuhan volume impor. Kondisi ini akan berdampak langsung pada struktur biaya pemasaran, tergantung pada dinamika harga global. Emiten seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Elnusa Tbk (ELSA) dinilai akan mendapat manfaat jika harga pasokan dari AS tetap kompetitif.
Di sektor agribisnis, rencana peningkatan impor kedelai juga diprediksi akan berdampak positif bagi emiten pakan ternak seperti PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA), selama pasokan dari AS tetap stabil dan kompetitif.
“Jika pemerintah benar-benar menurunkan tarif PPh dan PPN untuk produk-produk dari AS, margin operasional emiten terkait bisa mendapat dorongan signifikan,” ujar Liza dalam risetnya yang dirilis Senin (21/4).
Peluang di Sektor TIK dan Infrastruktur Digital
Relaksasi aturan TKDN di sektor TIK juga dinilai sebagai angin segar bagi pelaku industri. Di sub-sektor distribusi produk elektronik, kemudahan impor akan menguntungkan emiten seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) yang bergerak di bidang distribusi perangkat teknologi.
Untuk perusahaan penyedia layanan data dan cloud seperti PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dan PT Indo internet Tbk (EDGE), pelonggaran TKDN membuka jalan untuk mempercepat ekspansi infrastruktur dengan menggunakan hardware asal AS tanpa dibatasi aturan kandungan lokal yang kompleks.
Adapun pada sub-sektor integrator sistem dan penyedia solusi digital, emiten seperti PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL) berpeluang menjalin kerja sama lebih erat dengan perusahaan-perusahaan AS, sekaligus menghadirkan solusi digital yang lebih kompetitif di pasar.
Menurut Liza, kebijakan ini juga akan membuat proyek-proyek digital berskala besar—seperti smart city, digitalisasi BUMN, hingga pengembangan cloud nasional —menjadi lebih feasible. Emiten-emiten teknologi yang selama ini terhambat oleh ketentuan TKDN akan lebih leluasa dalam mengakselerasi pertumbuhan mereka.
“ERAA, DCII, MTDL, dan EDGE kini memiliki peluang ekspansi yang lebih besar di tengah pelonggaran TKDN. Mereka tak lagi dibatasi oleh persyaratan kandungan lokal yang memberatkan, terutama untuk perangkat high-tech,” tutup Liza.
( BINews )
Share Social Media