
Jakarta | bidikinfonews.xyz / -Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah, mengungkap adanya modus pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
“Proses pemeriksaan yang kami lakukan berawal dari ekspor dan impor minyak mentah. Dari rangkaian penyelidikan, ditemukan praktik blending atau pengoplosan BBM,” ujar Febrie seusai rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).
Modus pengoplosan ini sebelumnya dijelaskan oleh Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar. Caranya, yakni mencampurkan BBM berjenis RON 88 dengan RON 92, kemudian menjualnya dengan harga RON 92. Febrie menegaskan praktik ini berlangsung pada 2018-2023. Namun, ia memastikan bahwa saat ini produk BBM yang dipasarkan sudah sesuai standar.
“Kalau tidak ada kesalahan, tentu tidak akan naik ke penyidikan. Yang jelas, praktik ini terjadi hingga 2023,” kata Febrie.
9 Tersangka Ditetapkan
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, yakni enam petinggi di Subholding Pertamina dan tiga pihak swasta. Mereka adalah:
1. RS
2. SDS
3. YF
4. AP
5. MK
6. EC
Sementara tiga tersangka lainnya berasal dari sektor swasta, yaitu:
– MKAR, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
– DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
– GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Modus Korupsi: Sengaja Turunkan Produksi Kilang dan Oplos BBM
Kasus ini bermula dari kewajiban pemenuhan minyak mentah dalam negeri sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018. Aturan tersebut mengharuskan Pertamina mengutamakan pasokan dari dalam negeri sebelum melakukan impor.
Namun, Kejagung menemukan adanya rekayasa dalam pengelolaan produksi kilang. Produksi kilang dalam negeri sengaja diturunkan agar tidak bisa menyerap minyak mentah yang dihasilkan oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Minyak mentah dari KKKS kemudian diekspor ke luar negeri, meskipun sebenarnya memenuhi harga perkiraan sendiri (HPS) dan bisa diolah di dalam negeri.
Untuk menggantikan minyak mentah yang diekspor, impor pun dilakukan. Dalam proses ini, terjadi pemufakatan jahat dengan mengatur harga dan pemenang broker. Selain itu, dalam pengadaan produk kilang, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) seharusnya membeli BBM berjenis RON 92, tetapi yang dibeli justru RON 90. Setelah itu, BBM tersebut dioplos untuk dijual sebagai RON 92.
Tak hanya itu, saat impor minyak mentah, terjadi mark-up kontrak pengiriman. Akibatnya, BUMN harus membayar fee sebesar 13-15 persen, yang menguntungkan Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Kerugian Negara Rp 193,7 Triliun
Akibat perbuatan para tersangka, harga BBM di pasaran mengalami kenaikan, yang berdampak pada peningkatan kompensasi subsidi dari APBN. Berdasarkan penghitungan sementara, total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Kejagung terus mendalami perkara ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru.
( BINews )
Share Social Media