
Tebintinggi | bidikinfonews.xyz / 8 Mei 2025 — Meskipun Dewan Pers menegaskan pentingnya kartu kompetensi bagi para wartawan, sejumlah kalangan jurnalis profesional menilai bahwa uji kompetensi bukanlah satu-satunya tolok ukur profesionalisme seorang wartawan. Banyak jurnalis yang telah bekerja puluhan tahun di lapangan tanpa sertifikat resmi namun tetap memegang teguh etika jurnalistik.
“Pengalaman dan integritas tidak selalu diukur dari selembar kartu. Banyak wartawan senior yang belum sempat ikut uji kompetensi, tapi karya jurnalistik mereka diakui luas dan berkontribusi besar dalam pembangunan demokrasi,” ujar seorang jurnalis senior dari Jakarta yang enggan disebutkan namanya.
Menanggapi pernyataan Stanley dari Dewan Pers bahwa pada 2018 masyarakat dapat menolak wartawan yang tidak memiliki kartu kompetensi, beberapa pihak menilai kebijakan tersebut bisa berdampak diskriminatif. “Bisa saja justru ini membuka peluang monopoli informasi oleh kelompok tertentu, sementara wartawan independen yang kredibel dan beretika malah tersingkir hanya karena belum sempat mengikuti uji,” kata pegiat media independen di Surabaya.
Terkait tudingan maraknya media abal-abal, para pengelola media alternatif menyayangkan generalisasi tersebut. Mereka menilai tidak semua media kecil bisa dikategorikan abal-abal. “Perlu dibedakan antara media baru yang sedang berkembang dan media yang memang tidak menjalankan fungsi jurnalistik,” ujar aktivis media komunitas di Yogyakarta.
Sementara itu, sebagian wartawan berharap Dewan Pers juga lebih aktif mendampingi dan memberikan edukasi, bukan hanya menekankan sertifikasi. “Kami butuh pembinaan berkelanjutan, bukan sekadar formalitas kartu. Sebab tantangan di lapangan makin kompleks dan cepat berubah,” ujar seorang jurnalis muda di Kupang.
Dengan berbagai sudut pandang ini, penting kiranya semua pihak mendorong perbaikan kualitas pers Indonesia secara inklusif dan tidak hanya berfokus pada sertifikasi semata.
( BINews )
Share Social Media